Napak Tilas “Membangun Harmonisasi dan Meningkatkan Pengetahuan Sejarah Kearifan Lokal Kampung Sungai Ladi”

Sabtu, 04 November 2023 telah terlaksanakannya Program Kerja KKN Kampung Sungai Ladi yaitu Napak Tilas “Membangun Harmonisasi dan Meningkatkan Pengetahuan Sejarah Kearifan Lokal Kampung Sungai Ladi” 

Telah terlaksanakannya kegiatan Napak Tilas dengan Tema “Membangun Harmonisasi dan Meningkatkan Pengetahuan Sejarah Kearifan Lokal Kampung Sungai Ladi” Napak tilas adalah kegiatan jalan kaki yang dilakukan untuk mengenang berbagai kejadian di masa lalu. Biasanya, napak tilas ini dapat berupa nama, tempat, benda, atau segala sesuatu yang dibendakan. Beberapa orang melakukan kegiatan napak tilas ini sebagai bentuk penghormatan. Terlebih kebanyakan kegiatan napak tilas ini termasuk kegiatan bersejarah yang memiliki nilai historinya tersendiri. Bahkan ada beberapa tempat yang dikeramatkan oleh warga di sekitar tempat napak tilas karena memiliki nilai-nilai, pantangan, serta syarat yang harus dijaga dan dipenuhi.

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau yang bertugas di Kampung Sei Ladi Kelurahan Kampung Bugis. Kampung Sei Ladi ini memiliki sejarah yang belum banyak diketahui oleh Masyarakat, dari manakah nama Kampung Sei Ladi ini terbentuk. Berdasarkan pemahaman yang diberikan oleh Orang Tua dari Kampung tersebut ialah, awal mula terbentuknya kampung sungai ladi ini dikarenakan ada masyarakat chinesee datang ke pulau tersebut dikarenakan dinegara mereka terdapat peperangan. Mereka datang dengan meminta izin untuk tinggal dan menanam tumbuhan keladi kepada masyarakat melayu setempat. Berdasarkan pemahaman yang diberikan oleh Sukur selaku ketua di Kampung Sei Ladi, bahwasanya tanaman keladi itu ada 3 jenis, yaitu keladi serawak, keladi birah, dan batang/daun keladi. Kemudian Sei Ladi ini terbagi menjadi 2 jalur sungai, yang mana bila dilihat dari pelantar atau pelabuhan terdapat jalur sungai ke kiri dengan nama sungai ladi yang berada di belakang kampung Sei Ladi. Kemudian terdapat jalur kanan dari pelabuhan atau pelantar yang memiliki banyak kelok menuju kearah senggarang raya yang disebut dengan sungai papah sungai ular, mengapa dinamakan sungai papah sungai ular? Berdasarkan cerita yang dijelaskan oleh Bapak Hamzah selaku ketua RW 05 Desa Madung bahwa setelah banyaknya tanaman keladi yang ditanam oleh masyarakan chinesee yang menempat di Kampung Sei Ladi terdapat satu ekor ular yang sangat besar, ketika ular tersebut ingin lewat maka jalan yang dilalui telah terhalang tanaman keladi yang begitu banyak yang mengakibatkan ular tersebut menerobos daratan dan kemudian menjadi aliran sungai yang banyak masyarakat menyebutnya dengan nama sungai papah sungai ular. Selain itu, di perbatasan antara Kampung Sei Ladi dan Tanjung Lanjut terdapat satu kawasan yang dinamakan Kampung Pasir atau Kampung Kuda Pasir. Kawasan tersebut memiliki 2 situs yang dikatakan bersejarah, yakni sumber mata air dan makam Daeng Kamboja.

Sumber mata air ini sangat dekat dengan sungai yang notabene rasa air sungai tersebut asin, meskipun air sungai tersebut asin dan sejajar dengan sumber mata air, sumber mata air tersebut tetap memiliki rasa tawar dan menyegarkan layaknya air hujan. Dahulu, berdasarkan pemahaman yang diceritakan oleh Bapak Hamzah selaku ketua RW 05 Desa Madung bahwa sumber mata air tersebut juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar baik dari Kampung Sei Ladi, Tanjung Unggat, bahkan sampai ke Tanjungpinang karena dulu belum terdapat galon dan tanki penguin maka masyarakan sekitar mengambil menggunakan sampan besar dan air tersebut banyak dibeli oleh masyarakat yang tinggal di pesisir sungai, pelantar 1, pelantar 2 dan sekitarnya. Kemudian timbul lah beberapa pertanyaan, “Apakah sumber mata air tersebut cukup untuk segitu banyaknya masyarakat pada zaman itu? Terlebih lagi ketika musim kemarau tiba masyarakat sekitar juga banyak yang mengambil air untuk kebutuhan mandi, minum ataupun masak dari sumber mata air yang bisa dikatakan tidak terlalu dalam, hanya sekitar 1 meter kebawah”.

Maka dari sinilah timbulnya suatu keunikan dari sumber mata air tersebut yang mana diceritakan oleh orang tua dari Bapak Hamzah selaku ketua RW 05 Desa Madung bahwasanya mata air tersebut sangat cepat memenuhi kolam yang berada di Kampung Pasir atau Kampung Kuda Pasir tersebut dengan waktu yang cukup singkat sekitar 3 sampai 7 menit saja air dari kolam tersebut terisi penuh seperti sebelum diambil. Kemudian terdapat keunikan lain yakni air dari sumber mata air tersebut tidak berubah rasa menjadi asin ketika air laut pasang dan hampir sejajar dengan kolam tempat mata air tersebut yang mana Bapak Hamzah selaku ketua RW 05 Desa Madung mengatakan itu memang sudah mukjizat dari alam yang belum diketahui apa penyebabnya. Kemudian di kawasan tersebut juga terdapat makam Daeng Kamboja yang dikatakan oleh orang tua Kampung Sei Ladi Bapak Arifin bahwa makam tersebut lebih dulu adanya dari pada makam Daeng Celak dan Makam Daeng Marewa, kemudian beliau juga menceritakan bahwasanya antara Daeng Kamboja, Daeng Celak dan Makam Daeng Marewa terdapat hubungan darah atau adik beradik.

Dari sini lah kami membuat kegiatan Napak Tilas ini untuk meningkatkan pengetahuan terkait Sejarah Kemelayuan serta memberikan pemahaman terkait Sejarah kepada masyarakat yang belum mengetahuinya. Acara yang kami buat ini di hadiri oleh Kasi Pemerintahan Kota Tanjungpinang yaitu Ibu Rozita, SIP. dihadiri juga oleh Bapak Irwan Setiawan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan beserta Jajarannya hadir untuk mengisi acara menceritakan sejarah Daeng Kamboja. dan dihadiri oleh RT dan RW setempat serta Perwakilan dari Kantor Lurah.

 

Sejarah singkat yang diceritakan oleh Bapak Irwan Setiawan dari Dinas Pariwisata dan Lingkungan Hidup. Daeng Kamboja putra bangsawan Bugis, Daeng Perani yang lahir di Siantan, gugusan Pulau Tujuh, Anambas. Ia diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda (YDM) Johor Riau Lingga III mengantikan Daeng Celak tahun 1948 dan berkuasa hingga tahun 1777. Selama menjabat, Daeng Kamboja figur yang sangat kuat dibidang politik dan juga pemberani. Ia pernah berkonflik dengan Sulaiman Badrul Alamsyah I yang notabene adalah orang yang mengangkatnya sebagai YDM Johor Riau Lingga. Berbagai upaya dilakukan sultan dan didukung Belanda dalam menggulingkan Daeng Kamboja sebagai
YDM namun tidak berhasil. Daeng Kamboja dibantu Raja Haji selaku Kelana Jaya pernah terlibat perang sengit dengan Belanda di Lingga. Perang mengakibatkan Raja Haji terkena tembakan di bagian pinggul namun Belanda tidak bisa mengalahkan Daeng Kamboja sampai kedua belah pihak menandatangi suratm perjanjian damai dan kerjasama. Daeng Kamboja yang meninggal tahun 1777 mempunyai sembilan anak. Satu orang diantaranya menjabat YDM Johor Riau Lingga V, Raja Ali. Makam Daeng Kamboja berada di Kampung Kuda Pasir, Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang. Meskipun ada pihak yang meragukan kebenarannya. Selain itu, juga ada keliruan dalam program konservasi atau pemeliharaan makam yang dilakukan
Pemko Tanjungpinang tahun 2013. Makam yang dipugar bukanlah makam Daeng Kamboja melainkan makam anggota keluarganya.

Alhamdulillah setelah sambutan oleh Ibu Kasi Pemerintahan Kota Tanjungpinang dan juga RT Kampung Sungai Ladi dan juga Cerita singkat Sejarah maka dilanjutkan dengan Doa Selamat dan ziarah di Makam Daeng Kamboja dan dilanjutkan dengan makan pulut kuning bersama-sama.

Loading